Ada kejadian yang mengagetkan dan membuatku merenung saat aku menemani Sarah ikut tanding olah raga beberapa minggu lalu. Menurut informasi gurunya, olimpiade itu akan dilaksanakan di Gedung Olah Raga Cilegon dan akan dibuka oleh pak walikota. Ternyata pelaksanaan olimpiade tidak di dalam gedung olah raga, melainkan di lapangan di sebelah GOR. Hari itu sekitar 300 murid TK dari seluruh kota Cilegon, beserta guru dan orang tua yang mendampingi sudah hadir sejak pukul 7.30 pagi. Mereka harus ikut upacara pembukaan dulu yang akan dipimpin oleh pak walikota. Tapi seperti biasa pemimpin zaman sekarang, entah kenapa mereka senang sekali membuat orang lain menunggu... Selama menunggu anak2 itu harus tetap baris di lapangan di tengah panas matahari yang menyengat. Sampai pukul 9 walikota baru datang dan rangkaian acara pun dilaksanakan.
Apa komentar Sarah setelah usai upacara? Masih dengan wajah merah kepanasan dan keringat bercucuran, dia berkata:
"Bu, tadi itu benar-benar nggak adil. Sarah sebel! Masak tadi waktu di lapangan, kami anak-anak kecil disuruh baris di lapangan, kena panas, terus pak walikota dan orang-orang dewasa yang lain duduk di bawah tenda. Kan kebalik?! Harusnya anak-anak yang di tenda biar nggak kepanasan. Orang dewasa kan udah lebih kuat daripada anak-anak, harusnya mereka yang kena panas!"
Wow!!! Subhanallah.... anakku ternyata cukup kritis dan cerdas membaca situasi yang baru dihadapinya. Semoga aku terus bisa mendidikmu menjadi anak yang berhati nurani nak. Semoga aku terus diberi kekuatan untuk mengajarkanmu mengatakan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, sepahit apa pun resikonya.
Selasa, 05 Mei 2009
Kamis, 22 Januari 2009
Taiko
Dari kemarin, aku tenggelam dalam novel TAIKO, karangan Eiji Yoshikawa...itu lho si pengarang buku Musashi. Ceritanya seputar kisah 3 laki-laki yang sama-sama bercita-cita menguasai dan mempersatukan Jepang namun memiliki karakter yang berbeda-beda.
Nobunaga: gegabah, tegas, brutal.
Hideyoshi: sederhana, halus, cerdik, kompleks.
Ieyasu: tenang, sabar, penuh perhitungan.
Falsafah-falsafah yang berlainan ini dari dulu diabadikan oleh orang Jepang dalam sebuah sajak terkenal:
bagaimana jika seekor burung tidak mau berkicau?
Nobunaga menjawab: "Bunuh burung itu!"
Hideyoshi menjawab: "Buat burung itu ingin berkicau"
Ieyasu menjawab: "Tunggu"
Dan aku sedang belajar dari kisah seorang laki-laki yang membuat burung INGIN berkicau.
Nobunaga: gegabah, tegas, brutal.
Hideyoshi: sederhana, halus, cerdik, kompleks.
Ieyasu: tenang, sabar, penuh perhitungan.
Falsafah-falsafah yang berlainan ini dari dulu diabadikan oleh orang Jepang dalam sebuah sajak terkenal:
bagaimana jika seekor burung tidak mau berkicau?
Nobunaga menjawab: "Bunuh burung itu!"
Hideyoshi menjawab: "Buat burung itu ingin berkicau"
Ieyasu menjawab: "Tunggu"
Dan aku sedang belajar dari kisah seorang laki-laki yang membuat burung INGIN berkicau.
Langganan:
Komentar (Atom)